Bayangkan sebuah perusahaan yang dalam tiga bulan saja meraup pendapatan setara dengan anggaran belanja beberapa negara berkembang digabungkan. Itulah kenyataan yang baru saja diumumkan Apple, dengan rekor pendapatan kuartal September mencapai US$102,5 miliar atau sekitar Rp 1.600 triliun. Angka fantastis ini bukan sekadar nominal—ini adalah bukti nyata bahwa raksasa teknologi asal Cupertino itu masih mampu mengejutkan pasar di tengah berbagai tantangan ekonomi global.
Lanskap teknologi global sedang mengalami turbulensi, dengan banyak perusahaan merasakan tekanan inflasi dan perlambatan permintaan. Namun Apple justru mencatatkan performa terbaiknya dalam kuartal September, periode yang secara tradisional menjadi penanda peluncuran produk-produk flagship mereka. Yang menarik, pencapaian ini datang tepat ketika beberapa analis sebelumnya memprediksi pelemahan permintaan untuk produk Apple.
Pertanyaannya, bagaimana Apple bisa mencapai angka sefantastis ini? Apakah ini murni berkat kehadiran iPhone 17 yang baru diluncurkan, atau ada faktor lain yang bermain? Mari kita telusuri lebih dalam laporan keuangan yang membuat Wall Street berdecak kagum ini.
iPhone 17: Mesin Uang yang Baru Saja DinyalakanMeskipun iPhone 17 baru tersedia selama sekitar satu minggu dalam periode kuartal September—tepatnya sejak 19 September—produk andalan Apple ini tetap menyumbang US$49 miliar atau hampir Rp 765 triliun. Angka ini sedikit melampaui performa tahun sebelumnya yang sebesar US$46,2 miliar, menunjukkan bahwa antusiasme konsumen terhadap lini iPhone terbaru tetap tinggi.
Yang patut dicatat, kontribusi iPhone 17 dalam kuartal ini ibarat pemanasan mesin sebelum balapan sesungguhnya. "Kita baru akan melihat gambaran utuh popularitas iPhone 17 ketika Apple merilis laporan keuangan kuartal Desember nanti," ujar seorang analis yang enggan disebutkan namanya. Performa ini semakin menarik mengingat beberapa kuartal sebelumnya Apple sempat mengakui adanya penurunan penjualan iPhone.
Baca Juga:
Sementara iPhone sering menjadi bintang panggung, divisi Services Apple justru menjadi penopang yang semakin vital. Dengan pendapatan US$28,75 miliar—melonjak 15% dari US$24,9 miliar pada kuartal sama tahun lalu—Services kini menjadi penyumbang pendapatan terbesar kedua setelah iPhone.
Tim Cook sendiri dengan bangga menyebutkan bahwa Services mencatatkan rekor pendapatan sepanjang masa untuk divisi ini. Pertumbuhan yang konsisten di sektor layanan—yang mencakup App Store, Apple Music, iCloud, dan Apple TV+—menunjukkan strategi diversifikasi Apple mulai membuahkan hasil. Bahkan, pengembangan alat AI generatif sendiri oleh Apple diperkirakan akan semakin memperkuat ekosistem layanan mereka di masa depan.
Mac dan iPad: Stabil di Tengah BadaiDi sektor hardware lainnya, Mac dan iPad menunjukkan ketahanan yang mengesankan. Mac menghasilkan US$8,7 miliar, meningkat dari US$7,7 miliar pada kuartal September tahun sebelumnya. Sementara iPad mempertahankan konsistensi dengan pendapatan US$6,9 miliar, sama dengan periode yang sama tahun lalu.
Stabilitas iPad ini patut diapresiasi mengingat pasar tablet global sedang mengalami tekanan. Namun Apple tampaknya tidak berpuas diri, terbukti dengan rencana mereka untuk meningkatkan kemampuan iPad Pro guna mendongkrak penjualan di kuartal-kuartal mendatang.
Wearables dan Aksesori: Sedikit Melambat Tapi Masih SolidKategori Wearables, Home, dan Aksesori—yang mencakup Apple Watch, AirPods, dan produk smart home—mencatat pendapatan US$9,01 miliar, sedikit menurun dari US$9,04 miliar tahun sebelumnya. Penurunan marginal ini mungkin mencerminkan jenuhnya pasar untuk beberapa produk wearable, atau bisa juga karena konsumen menunggu peluncuran generasi terbaru.
Meski demikian, angka US$9 miliar tetap merupakan pencapaian yang luar biasa untuk kategori produk yang relatif masih baru dalam portofolio Apple.
Earnings Per Share: Angka yang Sedikit 'Terlalu Cantik'?Apple melaporkan EPS sebesar US$1,85, mengalahkan ekspektasi analis yang memproyeksikan US$1,77. Namun seperti yang sering diperingatkan para analis, EPS Apple selalu sedikit terinflasi berkat program buyback saham besar-besaran yang mereka jalankan.
Program buyback ini memang strategi legal yang dilakukan banyak perusahaan publik untuk meningkatkan nilai每股收益, tapi penting untuk membaca angka EPS Apple dengan pertimbangan ini. Tanpa program buyback, EPS aktual mungkin akan sedikit lebih rendah—meski tetap mengesankan.
Pencapaian kuartal September Apple bukan sekadar tentang angka-angka fantastis, melainkan juga tentang ketahanan sebuah merek dalam menghadapi berbagai tantangan. Dari tekanan ekonomi global, persaingan semakin ketat, hingga siklus produk yang semakin pendek, Apple membuktikan bahwa ekosistem yang terintegrasi dengan baik—dipadu dengan loyalitas pengguna yang tinggi—tetap menjadi formula sukses yang sulit ditandingi.
Pertanyaan besarnya sekarang: bisakah Apple mempertahankan momentum ini di kuartal Desember, periode yang biasanya menjadi andalan utama mereka? Dengan iPhone 17 yang akan tersedia penuh sepanjang kuartal dan musim liburan yang biasanya mendongkrak penjualan, semua mata tertuju pada Apple untuk kembali memecahkan rekor.