Technologue.id, Jakarta - Dalam upaya menjaga keamanan penggunanya, Twitter telah mengambil langkah drastis dengan membatasi akses API Twitter di balik paywall yang tinggi.
Hal ini mengakibatkan matinya berbagai aplikasi pihak ketiga yang telah lama dicintai oleh pengguna, dan salah satunya adalah Block Party, alat anti-pelecehan yang membantu orang tetap aman dari pelecehan yang ditargetkan di platform ini.
Keputusan ini merupakan bagian dari strategi Twitter sejak kepemilikannya beralih ke tangan Elon Musk, yang telah memisahkan diri dari para pengembang. Langkah awal adalah mematikan Toolbox, platform yang memungkinkan pengembang pihak ketiga memamerkan karyanya.
Baca Juga:
Tantangan Keamanan Siber di Era Hybrid Working
Pada bulan Januari, aplikasi pihak ketiga populer seperti Tweetbot dan Twitterific berhenti berfungsi tanpa pemberitahuan sebelumnya. Dan akhirnya, beberapa bulan kemudian, Twitter memutuskan hubungan dengan banyak pengembang dengan memblokir akses ke API-nya.
Untuk mendapatkan akses dasar ke API Twitter, pengembang sekarang harus membayar biaya sebesar $100 per bulan. Namun, biaya ini terbukti tidak dapat dipertanggungjawabkan bagi sebagian besar pengembang.
Paywall ini juga menjadi hambatan bagi para peneliti dan akademisi, di mana banyak di antara mereka tidak memiliki dana institusional yang cukup untuk mengeluarkan ribuan dolar untuk data yang sebelumnya dapat diakses secara gratis.
Tracy Chou, pendiri Block Party, mengungkapkan bahwa Twitter sebelumnya secara aktif berkomunikasi dengan Block Party untuk bekerja sama di masa sebelum kepemilikan oleh Musk. Namun, hari-hari tersebut telah berlalu bagi komunitas pengembang Twitter yang pernah berkembang pesat. Kehilangan Block Party adalah pukulan berat bagi mereka.
Baca Juga:
Pentingnya Keamanan dalam Penggunaan AI Chatbot
Namun demikian, perjalanan Block Party sebagai perusahaan tidak berakhir di sini. September lalu, Block Party berhasil mengumpulkan dana sebesar $4,8 juta dalam putaran pendanaan benih untuk memperluas alat anti-pelecehan dan privasi mereka di luar Twitter.
Dengan ditutupnya aplikasi andalannya, penting bagi Block Party untuk berhasil membangun alat berikutnya, Privacy Party.
Sebagai produk, Block Party sebelumnya membantu pengguna menciptakan pengalaman Twitter yang lebih aman, tetapi terkenal juga karena membantu orang menghadapi situasi krisis seperti kampanye pelecehan yang ditargetkan.
Privacy Party, di sisi lain, didesain sebagai alat proaktif. Ketika diluncurkan, ekstensi ini memberikan rekomendasi privasi kepada pengguna untuk platform-platform seperti Facebook, Twitter, dan Venmo, dan mereka berencana untuk meluncurkannya juga untuk Instagram, TikTok, dan LinkedIn di masa depan.
Dalam pengumuman mengenai penghentian Block Party, perusahaan juga mengumumkan bahwa Privacy Party saat ini sedang dalam tahap pengujian alfa untuk pelanggan yang sudah menggunakan Block Party.
Baca Juga:
Waspada Penipuan ChatGPT, Ada Jebakan Unduh Malware
Dengan kehadiran Privacy Party, pengguna akan dapat menjaga keamanan online mereka dengan lebih baik.
Alat ini akan memberikan perlindungan privasi yang diperlukan di platform-platform sosial yang mereka gunakan, sehingga pengalaman berinternet mereka dapat menjadi lebih aman dan terlindungi dari serangan pelecehan.
Privacy Party, alat yang canggih dan inovatif, akan menjadi solusi yang diandalkan bagi mereka yang peduli dengan privasi dan keamanan online.
Dengan kemampuannya untuk memberikan rekomendasi privasi yang disesuaikan dengan platform-platform populer, Privacy Party akan membantu pengguna mempertahankan kontrol penuh atas data pribadi mereka dan menghadapi risiko online dengan lebih percaya diri.
Dalam dunia digital yang terus berkembang, penting bagi kita untuk mengenali betapa berharganya privasi dan keamanan online. Dengan Privacy Party, masa depan keamanan online yang lebih baik dapat terwujud.