
Bayangkan dunia di mana harga hampir semua produk elektronik, mobil, dan peralatan teknologi melonjak drastis. Bayangkan perusahaan-perusahaan teknologi terbesar dunia tiba-tiba kesulitan mengakses komponen penting untuk produksi mereka. Ini bukan skenario fiksi ilmiah—ini adalah kenyataan yang sedang mengintai ekonomi global setelah Presiden Donald Trump mengumumkan langkah eskalasi terbaru dalam perang dagang AS-China.
Setelah berbulan-bulan menunjukkan tanda-tanda penurunan ketegangan, hubungan perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia ini justru kembali memanas dengan intensitas yang hampir menyamai level tertinggi sebelumnya. China memulai dengan membatasi ekspor rare earths—mineral kritikal yang menjadi tulang punggung industri teknologi modern. AS membalas dengan ancaman yang bahkan lebih keras: kenaikan tarif impor hingga 130% dan kontrol ekspor software.
Bagi Anda yang mengikuti perkembangan ekonomi global, situasi ini mungkin terasa seperti deja vu. Namun kali ini, dampaknya bisa lebih dalam dan lebih luas, menyentuh hampir setiap aspek kehidupan modern—dari smartphone di genggaman Anda hingga mobil yang Anda kendarai.
Trump Umumkan Langkah Balasan yang Lebih KerasMelalui platform Truth Social pada Jumat sore, Presiden Trump secara resmi mengumumkan rencana penerapan tarif tambahan 100% atas semua produk China, di atas tarif yang sudah berlaku saat ini. "Berdasarkan fakta bahwa China telah mengambil posisi tanpa preseden ini, dan hanya berbicara untuk AS, bukan negara-negara lain yang sama-sama terancam, mulai 1 November 2025 (atau lebih cepat, tergantung pada tindakan atau perubahan lebih lanjut yang diambil China), Amerika Serikat akan memberlakukan Tarif 100% pada China, di atas tarif apa pun yang saat ini mereka bayar," tulis Trump.
Tidak berhenti di situ, Trump juga mengumumkan kontrol ekspor pada "semua software kritikal" yang akan berlaku pada tanggal yang sama. Kombinasi kedua kebijakan ini akan membawa tarif AS pada produk China menjadi 130%, mendekati level 145% yang pernah diterapkan Trump pada "Hari Pembebasan" bulan April lalu.
Reaksi pasar tidak perlu menunggu lama. Indeks S&P 500 langsung anjlok 2.7%, mengalami penjualan terburuk sejak puncak kekacauan perang dagang bulan April. Yield obligasi juga turun tajam saat investor bergegas mencari tempat berlindung yang aman.
Latar Belakang: China Batasi Ekspor Rare EarthsEskalasi terbaru Trump ini merupakan respons langsung terhadap keputusan China membatasi ekspor rare earths. Kementerian Perdagangan China mengumumkan bahwa mulai 1 Desember mendatang, perusahaan asing harus memiliki lisensi khusus untuk mengekspor produk yang mengandung lebih dari 0.1% rare earths dari China atau yang dibuat dengan teknologi produksi China.
Keputusan ini sangat signifikan mengingat posisi dominan China dalam pasar rare earths global. Negeri Tirai Bambu memproduksi lebih dari 90% rare earths olahan dan magnet rare earth dunia—komponen penting untuk berbagai produk teknologi tinggi, dari smartphone dan kendaraan listrik hingga sistem persenjataan canggih.
Dominasi China di sektor ini memberikan leverage strategis yang kuat terhadap AS dan sekutunya. Tanpa akses ke rare earths, banyak industri teknologi modern bisa berhenti beroperasi. Situasi ini mengingatkan kita pada potensi kenaikan harga berbagai produk teknologi yang pernah terjadi akibat gangguan supply chain.
Dampak pada Industri Otomotif dan TeknologiEskalasi perang dagang ini datang di saat yang sangat sensitif bagi industri otomotif global, terutama produsen mobil mewah Jerman yang sudah menghadapi tekanan tarif sebelumnya. Protes dari Mercedes-Benz, BMW, dan Volkswagen terhadap kenaikan tarif mobil listrik China mungkin akan semakin intens dengan tambahan tarif baru ini.
Bagi BMW khususnya, yang sedang gencar mempromosikan produknya melalui berbagai event seperti BMW Astra Fest dan BMW Joycup, kenaikan tarif bisa berarti kenaikan harga jual yang signifikan di pasar AS—faktor yang pasti akan mempengaruhi daya saing mereka.
Di sektor teknologi, kontrol ekspor software menambah daftar panjang tekanan yang sudah dialami perusahaan seperti Apple. Desakan CEO Foxconn untuk memindahkan produksi Apple keluar dari China menjadi semakin relevan dalam konteks ketegangan perdagangan yang semakin meningkat ini.
Baca Juga:
Yang membuat situasi ini semakin memprihatinkan adalah pupusnya harapan untuk pertemuan puncak antara Trump dan Presiden China Xi Jinping. Trump menyatakan bahwa dia tidak akan bertemu dengan Xi later bulan ini dalam KTT ekonomi di Korea Selatan—keputusan yang secara efektif mengubur harapan akan kesepakatan dagang yang mencakup pembelian kedelai AS oleh China.
"Jangan berpikir pembelian kedelai China akan mulai kembali dalam waktu dekat... dan mereka sekarang jelas bukan item terbesar dalam agenda ekonomi bilateral," tulis Brad Setser, senior fellow di Council on Foreign Relations dan mantan deputi asisten sekretaris di Departemen Keuangan era Obama, dalam postingan di X.
Pernyataan ini mencerminkan betapa hubungan dagang AS-China telah bergeser dari isu-isu tradisional seperti komoditas pertanian menuju persaingan teknologi dan keamanan nasional yang lebih strategis.
Eskalasi Bertahap Menuju Titik PuncakSebelum ledakan ketegangan terbaru ini, sebenarnya negosiasi dagang AS-China menunjukkan kemajuan positif. Trump telah mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan mitra dagang utama lainnya. Namun ketegangan tersembunyi tetap ada, terutama menyangkut isu rare earths sementara AS bergerak membatasi ekspor produk terkait semikonduktor ke China oleh negara lain.
Minggu ini saja, AS mengumumkan biaya pelabuhan untuk kapal China, memicu Beijing memberlakukan biaya serupa untuk kapal AS yang berlabuh di pelabuhan China. China juga meluncurkan investigasi antimonopoli terhadap pembuat chip AS Qualcomm.
Dalam posting Truth Social sebelumnya, Trump mengungkapkan kekecewaannya: "Hubungan kami dengan China selama enam bulan terakhir sangat baik, sehingga membuat langkah ini dalam Perdagangan bahkan lebih mengejutkan. Saya selalu merasa bahwa mereka telah menunggu diam-diam, dan sekarang, seperti biasa, saya terbukti benar!"
Dengan kedua pihak saling meningkatkan taruhan, ekonomi global bersiap untuk babak baru dalam konflik yang sudah berlangsung bertahun-tan ini. Bagi konsumen dan bisnis di seluruh dunia, dampaknya mungkin akan terasa lebih dalam dan lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.