Technologue.id, Jakarta - Lini bisnis Micro Focus, CyberRes mengeluarkan Laporan Tahunan pertamanya mengenai kondisi ancaman siber saat ini. Laporan ini merupakan yang pertama dari seri yang berisikan perspektif tentang kondisi ancaman geopolitik, regional, dan industri, serta apa yang mungkin akan terjadi sepanjang satu tahun ke depan.
Dalam laporan tahun ini, CyberRes memperkirakan sektor energi sebagai salah satu industri paling rentan di Indonesia. Hal ini karena Indonesia menjadi target utama serangan di sektor energi pada tahun 2021.
Jeffrey Neo, Managing Director, Asia Tenggara & Korea, Micro Focus menjelaskan bahwa negara-negara di Asia Tenggara masih belum pulih dari dampak serangan siber tahun lalu, yang menyebabkan efek jangka panjang pada semua organisasi dan individu.
Baca Juga:
71% Perusahaan Sulit Rekrut Tenaga Ahli Keamanan Siber
"Sementara tren ini masih berlanjut hingga 2022, kawasan ini memiliki peluang besar untuk membalikkan situasi, karena telah dilengkapi dengan pemahaman yang mumpuni mengenai lanskap terkini, penerapan taktik, hingga ancaman yang dapat muncul," katanya.
Saat ini kawasan ASEAN sedang dalam kondisi terus melaju. Negara-negara ASEAN memimpin dalam hal keamanan siber global dengan mengadopsi Rencana Aksi Regional ASEAN (2021-2025), yang berupaya memperkuat keamanan siber regional di berbagai bidang seperti kolaborasi penelitian, berbagi pengetahuan dan pelatihan.
Selanjutnya, ASEAN-Singapore Cybersecurity Center of Excellence berencana untuk meningkatkan pengembangan strategi keamanan siber, legislasi, dan kemampuan penelitian seluruh negara anggota, sehingga menempatkan negara-negara seperti Indonesia pada jalur siber yang lebih kuat.
Lebih lanjut, laporan ini juga memberikan pandangan ke depan mengenai potensi ancaman di kawasan ini pada tahun 2022, berdasarkan temuan utama dari tahun sebelumnya, termasuk:
Pada tahun 2021, sektor publik (27,4%) menjadi sektor yang paling terkena dampak. Meningkatnya ketegangan geopolitik telah menempatkan sektor publik sebagai sasaran.
Sekitar sepertiga dari total serangan siber yang dilakukan pada tahun 2021 bertujuan untuk kepentingan spionase siber, dan berikutnya diikuti oleh keuntungan finansial.
Baca Juga:
Kominfo Jaga Ruang Digital Pemilu 2024 dari Penjahat Siber
Di lebih dari 24% serangan siber pada tahun 2021, pelaku ancaman siber memilih untuk mengekstrak data sensitif dari jaringan korban mereka.
Namun lanskap dunia siber, dampak industri dan prospek untuk tahun 2022, bervariasi di berbagai lokasi.
"Sebagai contoh, Indonesia yang terkena dampak beberapa insiden global terbesar di tahun 2021. Indonesia termasuk salah satu negara yang terkana dampak dari kampanye spionase siber APT41, yang menargetkan institusi publik dan swasta di beberapa negara. Indonesia juga menjadi sasaran mayoritas kelompok pelaku pengancam besar, termasuk Lazarus APT, APT 10, Conti, dan Winnti Group," ungkap Jeffrey.