Technologue.id, Jakarta - Penelitian yang dilakukan Mei lalu oleh perusahaan keamanan siber global Kaspersky menunjukkan bahwa empat dari 10 orang tua dari Asia Tenggara (SEA) percaya bahwa anak-anak mereka menjadi 'lebih pemarah dari biasany' setelah bermain game.
Berjudul "More Connected Than Ever Before: How We Build Our Digital Comfort Zones",survei terbaru di antara 760 responden dari wilayah tersebut mengonfirmasi bahwa anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu online karena situasi pandemi covid-19. Sebanyak 63% orang tua yang disurvei setuju, sementara hanya 20% yang membantah pengamatan ini.
"Masa penguncian yang terjadi menyoroti hal ini dengan meningkatnya ketergantungan pada internet dan bagaimana orang tua sekarang perlu mengatur waktu bekerja sekaligus parenting pada saat yang sama di dalam rumah mereka," kata Stephan Neumeier, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky.
Baca Juga:
Selama Pandemi, Minat Online Anak Kok Menurun?
Neumeier menjelaskan, orang tua saat ini membesarkan anak-anak yang merupakan digital natives, mereka yang terlahir dengan perangkat digital, dan internet. Kesenjangan generasi tersebut sering menyebabkan miskomunikasi dan skenario ini umum terjadi ketika seorang anak mengetahui lebih banyak tren dan trik online daripada sang ibu atau ayah.
"Meskipun dapat dimengerti jika orang tua memiliki kekhawatiran tentang kebiasaan online anak-anak mereka, ketakutan orang tua terkait video game terkadang cukup objektif dan terkadang juga sedikit berlebihan. Terdapat beberapa bahaya yang tidak dapat disangkal, tetapi sejumlah penelitian jugamenemukan bagaimana bermain game online dapat bermanfaat bagi anak-anak. Pada dasarnya semuanya akan memiliki manfaat asalkan moderasi dan bimbingan tetap diterapkan," tambahnya.
Para orang tua yang tidak mahir bermain game komputer, menanam paham bahwa anak-anak menjadi agresif dari game komputer sehingga menyerah pada kepanikan dan melarang anak-anak mereka bermain video game.
Baca Juga:
Pantau Penggunaan Ponsel Anak dengan Dua Fitur Ini
Padahal menurut Kaspersky, perilaku agresif seorang anak tidak didorong oleh video game yang mereka mainkan, tetapi oleh alasan lebih luas. Misalkan orang tua tidak menunjukkan video game pada Anak sama sekali, tapi mereka akan tetap berkompetisi kung fu dengan teman-temannya, menembak musuh yang tak terlihat dengan busur, pistol, peluncur granat atau peledak. Baik anak laki-laki maupun perempuan melakukan ini, meskipun diyakini bahwa bermain peperangan adalah hak prerogatif anak laki-laki.
"Jika Anda mengizinkan, katakanlah, seorang anak berusia enam tahun untuk memainkan game horor seperti seri Doom dan Alien, maka game yang menakutkan, dan penuh kekerasan tersebut dapat benar-benar memengaruhi jiwa seorang anak kecil, hingga menyebabkan mimpi buruk, gangguan tidur lainnya, bahkan ketakutan irasional. Begitu pula pada anak-anak yang berusia lebih tua yang sudah memiliki ketakutan atau kecenderungan tertentu. Harus diingat bahwa ada permainan berbeda untuk setiap anak dan usia," pungkasnya.
Untuk mencegah anak meluncurkan game yang tidak sesuai dengan usianya (misalnya, yang dibeli untuk Anda sendiri, atau yang mereka unduh dari Internet), gunakan perangkat lunak untuk membatasi kemampuan peluncuran game atau konten apa pun yang didasarkan pada peringkat usia.