
Bayangkan sebuah dunia di mana Anda tidak perlu lagi membuka sepuluh tab browser, membandingkan harga, atau mengisi formulir pembayaran yang rumit. Dunia di mana Anda cukup mengatakan, "Saya butuh liburan ke Tokyo dengan budget di bawah Rp 15 juta," dan semuanya terpenuhi dalam hitungan menit. Ini bukan lagi adegan fiksi ilmiah. Ini adalah gambaran nyata dari era internet berikutnya: era agen AI.
Lanskap digital kita sedang mengalami transformasi paling mendasar sejak kemunculan smartphone. Jika era web dibangun di atas klik dan tautan, dan era mobile dioptimalkan untuk sentuhan dan geser, maka fondasi era berikutnya sedang diletakkan sekarang—sebuah era di mana perangkat lunak otonom, yang disebut AI agent, akan bertindak atas nama kita. Mereka akan mencari penawaran terbaik, memesan tiket pesawat, mengelola alur kerja, dan bahkan melakukan pembayaran, semuanya tanpa kita perlu mengangkat jari. Pergeseran ini lebih dari sekadar kemudahan; ini adalah perubahan paradigma dalam cara kita berinteraksi dengan teknologi dan ekonomi digital.
Perubahan besar ini didorong oleh perlombaan diam-diam di antara raksasa teknologi seperti Google, OpenAI, dan Anthropic. Mereka tidak lagi hanya bersaing untuk membuat model AI yang paling cerdas, tetapi untuk membangun "rel kereta api" digital—protokol dan standar fondasional—yang akan menjadi tulang punggung ekonomi agen AI yang baru lahir. Seperti halnya perusahaan perkeretaapian yang mendominasi ekonomi abad ke-19, siapa pun yang berhasil menetapkan standar untuk era agen ini akan menuai keuntungan jangka panjang yang sangat besar.
Menguasai Standar, Menguasai Masa DepanMengapa perlombaan untuk membangun protokol ini begitu penting? Menurut laporan terbaru dari analis Cantor Fitzgerald, Deepak Mathivanan dan Jack Halpert, sejarah telah membuktikan bahwa perusahaan yang memelopori standar teknologi pada akhirnya akan mendapatkan manfaat dari "penguncian ekosistem" dan menguasai sebagian besar nilai ekonomi. Pikirkan tentang bagaimana Google dan Apple mengunci ekosistem pengembang mereka selama era web dan mobile. Mereka yang menguasai infrastruktur dasar—protokol yang memungkinkan segala sesuatunya berkomunikasi—pada akhirnya mengendalikan aliran data, transaksi, dan inovasi.
"Memantau siapa yang membangun, memelihara, dan mendukung kerangka kerja ini sangat berguna dalam menilai daya saing jangka panjang," tulis para analis Cantor. Prinsip yang sama kini berlaku untuk era agen AI. Perusahaan yang protokolnya menjadi standar de facto akan menikmati posisi yang sangat kuat. Persaingan ini bahkan telah menarik perhatian perusahaan di luar inti AI, seperti yang terlihat ketika Oppo memamerkan kemampuan Agentic AI di Google Cloud Next, menunjukkan betapa luasnya dampak teknologi ini.
Baca Juga:
Untuk memahami betapa revolusionernya perubahan ini, kita perlu melihat perbedaan mendasar dalam "tumpukan teknologi" (tech stack) yang mendasarinya.
Era Web: Dibangun dengan halaman HTML, dinavigasi melalui hyperlink dan protokol HTTP. Status sesi dipertahankan dengan cookie, keamanan dijaga dengan sertifikat SSL, dan pemrosesan pembayaran dilakukan melalui API ke gateway eksternal.
Era Mobile: Aplikasi dibangun menggunakan bahasa pemrograman native seperti Swift, Java, dan Kotlin. Mereka berkomunikasi melalui deep linking mobile. Otorisasi dan autentikasi dilakukan dengan token OAuth 2.0, sementara pembayaran ditangani menggunakan SDK seperti Stripe atau dompet digital seperti Apple Pay.
Era Agen AI: Inilah yang benar-benar baru. Alih-alih aplikasi yang digerakkan oleh pengguna, agen AI menangani "maksud" atau "niat" (intent) pengguna. Mereka tidak mengklik; mereka berkomunikasi langsung menggunakan protokol khusus. Beberapa protokol kunci yang sedang dikembangkan termasuk:
- Google's Agent2Agent (A2A): Diluncurkan pada April lalu, A2A bertujuan menjadi bahasa universal untuk komunikasi antar-agen. Ini adalah lapisan fondasional, mirip dengan HTTP untuk web, yang memungkinkan pertukaran terstruktur dan aman antara agen yang mewakili pengguna dan agen yang mewakili merchant.
- Anthropic's Model Context Protocol (MCP): Protokol ini menghubungkan agen ke sistem backend seperti database, mesin penetapan harga, dan alur kerja. MCP pada dasarnya menggantikan tambal sulam API dan integrasi yang selama ini menghidupi perdagangan online tradisional.
- Google's AP2: Ini adalah protokol pembayaran yang dirancang khusus untuk agen. Tujuannya adalah menangani masalah kepercayaan, otorisasi, dan penipuan. Protokol ini memungkinkan pengguna menerbitkan "Mandat Niat" (Intent Mandates) dan "Mandat Keranjang" (Cart Mandates) yang memberdayakan agen AI mereka untuk menyelesaikan transaksi secara otonom. Google berkolaborasi dalam proyek ini dengan lebih dari 60 perusahaan, termasuk PayPal, American Express, dan Etsy.
Inovasi tidak berhenti di situ. Baru-baru ini, Cloudflare mengumumkan rencananya untuk memperkenalkan NET Dollar, stablecoin yang didukung dolar AS yang dirancang untuk memungkinkan transaksi yang aman untuk web agen. Ini menunjukkan bahwa infrastruktur keuangan juga sedang dibentuk ulang untuk mendukung ekonomi baru ini.
Bagaimana Cara Kerjanya dalam Praktek?Analis Cantor memberikan ilustrasi yang jelas tentang alur kerja end-to-end dalam era agen. Misalkan Anda ingin memesan penerbangan. Alih-alih membuka aplikasi travel, Anda cukup memberi perintah kepada agen AI pribadi Anda. Agen Anda kemudian akan:
- Memanggil Agen Merchant: Menggunakan protokol A2A, agen pribadi Anda akan berkomunikasi dengan agen yang mewakili maskapai atau layanan travel.
- Meminta Inventaris: Melalui protokol MCP, agen akan mengkueri database inventaris penerbangan secara real-time untuk menemukan opsi yang sesuai dengan budget dan preferensi Anda.
- Mengautentikasi: Otorisasi dilakukan menggunakan Kredensial yang Dapat Diverifikasi (Verifiable Credentials), sebuah sistem yang lebih aman daripada password atau cookie.
- Menyelesaikan Transaksi: Pembayaran akhirnya diproses menggunakan protokol AP2, di mana agen Anda, yang telah diberi mandat, dapat mengonfirmasi dan membayar tiket secara otomatis.
Seluruh proses ini terjadi di belakang layar, mengubah interaksi yang sebelumnya membutuhkan puluhan menit menjadi hitungan detik. Konsep ini bahkan mulai merambah industri lain, seperti yang terjadi ketika agen AI HERA mulai digunakan di industri otomotif, menangani segala sesuatu dari pemesanan servis hingga personalisasi fitur kendaraan.
Tantangan dan Masa Depan yang TerbukaMeskipun potensinya sangat besar, era agen AI juga membawa serangkaian tantangan dan pertanyaan mendalam. Bagaimana dengan keamanan data? Bagaimana kita memastikan bahwa agen ini membuat keputusan yang etis dan sesuai dengan keinginan kita? Isu-isu seperti privasi, bias algoritma, dan akuntabilitas akan menjadi pusat perhatian. Beberapa pengamat bahkan mempertanyakan apakah dunia digital kita akan dikuasai oleh interaksi bot-ke-bot, sebuah topik yang dibahas dalam artikel Teori Internet Mati.
Selain itu, adopsi oleh pengembang dan bisnis akan menjadi kunci. Seperti halnya kemudahan yang ditawarkan AI seperti Gemini untuk tugas kreatif, kemudahan pengembangan untuk platform agen AI ini akan menentukan kecepatan inovasinya. Sementara itu, sistem operasi utama seperti iOS 26 di masa depan kemungkinan besar akan mengintegrasikan kemampuan agen AI ini secara native ke dalam perangkat kita.
Para analis di Cantor Fitzgerald mencatat bahwa meski masih awal, adopsi teknologi ini sudah berakselerasi dengan cepat. Bagi pengembang, pelaku bisnis, dan investor, ini bisa menjadi titik balik dalam cara perdagangan digital bekerja di era AI.
Perlombaan untuk membentuk masa depan internet telah dimulai. Garis finishnya adalah dominasi atas ekonomi digital berikutnya. Pertanyaannya sekarang bukanlah *apakah* era agen AI akan datang, tetapi *siapa* yang akan membangun relnya, dan apakah kita sudah siap untuk naik kereta tersebut.