
Di tengah hiruk-pikuk revolusi kecerdasan buatan yang mengguncang industri teknologi, ada sekelompok perusahaan yang justru berdiri tegak bak batu karang. Mereka tidak terjebak dalam perlombaan fitur AI yang bombastis, tetapi fokus pada sesuatu yang lebih fundamental: memahami denyut nadi industri spesifik hingga ke urat nadinya. Inilah dunia software vertikal, dan menurut analis RBC Capital Markets, merekalah yang paling siap menghadapi badai disrupsi AI.
Bayangkan Anda seorang dokter yang perlu software manajemen rumah sakit. Anda tidak butuh tool AI generik yang bisa menulis puisi, tetapi sistem yang paham betul kompleksitas kode ICD-10, protokol triase darurat, dan regulasi BPJS. Atau Anda analis keuangan di perusahaan asuransi—yang diperlukan adalah platform yang menguasai seluk-beluk aktuaria, compliance OJK, dan alur kerja underwriting yang rumit. Software vertikal hadir menjawab kebutuhan spesifik ini, dibangun berdasarkan expertise puluhan tahun di bidangnya masing-masing.
Laporan terbaru RBC Capital Markets yang dirilis Rabu (25/1) menyoroti fenomena menarik: sementara perusahaan teknologi lain kebingungan menghadapi gelombang AI, vendor software vertikal justru menunjukkan ketahanan luar biasa. Analis yang dipimpin Rishi Jaluria menyebut sektor ini sebagai kantong software yang—untuk sementara—bisa dianggap "kebal AI". Apa rahasianya?
Mengapa Software Vertikal Sulit Tergantikan?Kekuatan utama software vertikal terletak pada tiga pilar: keahlian domain mendalam, pengetahuan regulasi yang komprehensif, dan alur kerja yang sudah terintegrasi sempurna. Ketiganya membentuk ekosistem yang hampir mustahil direplikasi oleh startup AI pemula sekalipun.
"Software vertikal seringkali mendukung fungsi-fungsi kritis dan biasanya dipandang sebagai 'perlu dimiliki', bukan sekadar 'baik untuk dimiliki'," tulis laporan RBC tersebut. Dalam bahasa sederhana, ketika sistem ini mati, operasional bisnis ikut lumpuh. Coba bandingkan dengan tools AI generatif—ketika ChatGPT down, pekerjaan mungkin tertunda, tetapi operasional inti perusahaan tetap berjalan.
Faktor lain yang membuat posisi mereka sulit tergoyahkan adalah tingkat retensi pelanggan yang fenomenal. Clearwater Analytics, salah satu perusahaan yang disebut dalam laporan, mencatat gross revenue retention (GRR) 98-99%. Angka ini bukan sekadar statistik—ia mencerminkan betapa pelanggan sudah terikat erat dengan produk tersebut. GRR mengukur seberapa efektif perusahaan mempertahankan basis pendapatan eksistingnya, dan angka mendekati 100% seperti ini ibarat benteng pertahanan yang nyaris tak tertembus.
AI Proof? Mungkin Untuk Beberapa Tahun Ke DepanAnalis RBC memperkirakan, bahkan dalam skenario terbaik sekalipun, startup AI perlu waktu tahunan untuk benar-benar mengancam dominasi software vertikal. Mengapa? Karena mengganti sistem yang sudah mendarah daging membutuhkan lebih dari sekadar teknologi canggih.
Pertimbangkan proses migrasi data puluhan tahun, pelatihan ulang ratusan karyawan, penyesuaian dengan regulasi yang terus berubah, dan yang paling krusial—membangun kepercayaan bahwa sistem baru benar-benar paham kompleksitas industri. Semua ini membutuhkan waktu dan sumber daya yang tidak main-main.
Faktanya, banyak industri yang dilayani software vertikal—seperti healthcare, asuransi, dan manufacturing—masih berada di tahap awal modernisasi teknologi. Pelanggan di sektor-sektor ini cenderung konservatif dalam mengadopsi teknologi baru. Mereka lebih memilih evolusi bertahap daripada revolusi berisiko. Seperti yang terjadi dalam Virtus Showcase 2024, implementasi AI di bisnis nyata membutuhkan pendekatan bertahap dan terukur.
Baca Juga:
Yang menarik, ketahanan software vertikal bukan berarti anti-inovasi. Justru dalam jangka panjang, RBC memprediksi vendor-vendor inilah yang akan memainkan peran kunci dalam membentuk fase berikutnya adopsi AI.
Mereka tidak sekadar menjadi penyedia data mentah, tetapi mampu memberikan konteks yang kaya untuk melatih dan menyempurnakan model AI. Hasilnya? Tools AI yang benar-benar spesifik industri dan mampu mendongkrak produktivitas nyata. Bayangkan AI yang paham seluk-beluk diagnosis penyakit langka, atau model yang menguasai kompleksitas klaim asuransi jiwa—inilah nilai tambah yang hanya bisa diberikan oleh pemain yang sudah lama berkecimpung.
Pendekatan serupa terlihat pada Intuit, perusahaan yang disebut dalam konferensi teknologi Goldman Sachs bulan lalu. Menurut Kash Rangan, analis software di Goldman Sachs, Intuit berhasil menciptakan nilai tambah untuk produk eksistingnya dengan menyelipkan AI secara halus. Bukan dengan teriakan marketing yang gegap gempita, tetapi melalui integrasi yang meaningful dan langsung terasa manfaatnya bagi pengguna.
Lalu Bagaimana dengan Pemain Besar Lainnya?ServiceNow mendapat pujian dari Rangan karena kepemimpinan CEO Bill McDermott yang sudah teruji di medan perang. Sementara Salesforce mendapatkan penilaian yang lebih reserved. Meski CEO Marc Benioff dinilai "masih bertarung", perusahaan masih perlu membuktikan bahwa produk AI terbarunya, Agentforce, benar-benar mendapatkan traksi di pasar dan pelanggan bersedia membayar premium untuk itu.
Fenomena ini mengingatkan kita pada dinamika di perusahaan teknologi lain. Seperti Samsung Galaxy S25 Enterprise Edition yang fokus pada kebutuhan korporat, atau bahkan perkembangan di ekosistem iPhone 17 Pro dan Pro Max—semuanya menunjukkan pentingnya memahami segmentasi pasar yang spesifik.
Dalam industri yang didominasi oleh taruhan AI yang glamor, RBC menyoroti realitas yang lebih tenang: software vertikal mungkin tidak sepenuhnya kebal dari ancaman perusahaan AI, tetapi kombinasi antara entrenchment industri dan potensi domain-spesifik membuatnya menjadi ceruk yang langka dan—untuk sementara—AI-proof.
Laporan RBC merekomendasikan beberapa perusahaan software vertikal dengan rating "Outperform", mengutip kemampuan bertahan dan inovasi mereka di sekitar AI. Rekomendasi ini bukan sekadar tips investasi, tetapi pengakuan bahwa di era disrupsi teknologi, terkadang kekuatan terbesar justru terletak pada kedalaman, bukan keluasannya. Dan bagi bisnis yang mencari stabilitas di tengau badai AI, software vertikal mungkin adalah jawaban yang selama ini mereka cari.