
Technologue.id, Jakarta – Menanggapi pemberitaan terkait dugaan kerugian pelanggan akibat kuota internet yang hangus hingga mencapai Rp63 triliun, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyampaikan klarifikasi penting mengenai praktik masa aktif dan kebijakan layanan prabayar yang selama ini dijalankan oleh para anggotanya.
Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menegaskan bahwa seluruh penyelenggara telekomunikasi yang tergabung dalam ATSI selalu menjunjung tinggi prinsip tata kelola yang baik serta taat terhadap regulasi yang berlaku.
“Penetapan harga, kuota, dan masa aktif layanan prabayar sudah sesuai dengan Pasal 74 Ayat 2 Peraturan Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2021. Selain itu, pulsa juga telah dikenakan PPN sebagai barang konsumsi, karena secara hukum bukan alat pembayaran sah maupun uang elektronik,” ujar Marwan.
Ia menjelaskan bahwa masa aktif bukanlah hal yang asing dalam industri, melainkan praktik yang wajar dan lazim. Kuota internet, misalnya, tidak dihitung berdasarkan volume semata, melainkan terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi yang diberikan oleh pemerintah dalam jangka waktu tertentu.
“Konsep ini berbeda dengan listrik atau saldo kartu tol. Masa aktif mengacu pada izin penggunaan spektrum yang memang terbatas oleh waktu, bukan seperti komoditas lain yang bisa ditimbun tanpa batas,” tambahnya.
Lebih lanjut, ATSI juga menegaskan bahwa model masa aktif telah menjadi standar global. Beberapa operator dunia seperti Kogan Mobile (Australia) dan CelcomDigi (Malaysia) menerapkan kebijakan serupa, di mana kuota akan hangus bila tak digunakan dalam masa berlakunya.
ATSI juga menyoroti pentingnya prinsip transparansi. Menurut Marwan, setiap informasi mengenai harga, kuota, dan masa aktif paket data telah disampaikan secara terbuka melalui berbagai kanal resmi operator – mulai dari aplikasi, situs web, hingga informasi di konter penjualan.
“Pelanggan diberikan keleluasaan penuh untuk memilih paket data yang sesuai dengan kebutuhannya. Semua informasi sudah tersedia jelas sejak awal,” ungkap Marwan.
Sebagai asosiasi, ATSI menyatakan keterbukaan untuk berdialog dengan pemangku kepentingan, termasuk regulator dan lembaga perlindungan konsumen, guna memperkuat pemahaman bersama terhadap model bisnis telekomunikasi.
“Kebijakan yang adil bagi pelanggan dan mendukung keberlanjutan industri hanya bisa dicapai melalui pemahaman menyeluruh, bukan dengan asumsi sepihak,” tutupnya.